Renovasi Kantor Kecamatan Kalideres Diduga Sarat Kejanggalan, Transparansi Publik Dibungkam

Jakarta Barat, metrokitanews,30 September 2025 – Peringatan tegas terpampang di pintu masuk proyek renovasi tersebut. Tulisan pada papan larangan menyebutkan bahwa siapa pun dilarang mengambil foto maupun video tanpa izin, dengan ancaman jerat UU ITE, serta dilarang memasuki area proyek tanpa surat resmi.

Ketika wartawan mencoba melakukan konfirmasi, staf di ruang pelayanan menyatakan bahwa berita sudah disampaikan kepada Setko Jakarta Barat, Retno, serta Inspektorat. Namun, hingga saat ini tidak ada tanggapan resmi.

Proyek yang menggunakan dana APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2025 ini semakin menjadi sorotan publik. Pasalnya, larangan dokumentasi proyek publik dipandang sebagai bentuk pembungkaman informasi serta pembatasan transparansi anggaran yang justru bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Berdasarkan data di LPSE Kota Administrasi Jakarta Barat, proyek “rehab sedang” Kantor Kecamatan Kalideres tercatat dengan pagu anggaran sebesar Rp26.296.256.000, HPS Rp13.148.128.000, dan dimenangkan oleh PT Trijaya Anugerah Jaya yang beralamat di Gedung IS Plaza, Lantai 8, Jalan Pramuka Raya No.150, Utan Kayu Utara, Jakarta Timur. Nilai kontrak yang tercantum sebesar Rp10.089.195.000.

Perbedaan yang cukup mencolok antara pagu, HPS, dan nilai kontrak ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai transparansi proses pengadaan.

Proyek ini disebut diperoleh melalui metode e-Katalog/e-Purchasing. Padahal, menurut regulasi LKPP, e-Katalog hanya diperuntukkan bagi belanja umum dengan item sederhana, bukan proyek konstruksi dengan detail teknis yang kompleks. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan prosedural.

Ketua LSM KCBI, Joel Simbolon, menyatakan bahwa larangan dokumentasi proyek APBD baru kali ini terjadi di DKI Jakarta.

“Apakah proyek-proyek APBD kini tidak boleh lagi dipublikasikan atau dikontrol masyarakat? Jika bukan instruksi langsung Gubernur, maka pejabat Setko Jakarta Barat yang mengeluarkan kebijakan larangan ini selayaknya dicopot. Bahkan, pelaksana proyek perlu dimasukkan daftar hitam (blacklist),” tegas Joel.

Ia juga menambahkan bahwa pola dugaan korupsi dalam proyek ini mirip dengan kasus yang pernah diungkap KPK di PUPR Sumut, dengan modus penggunaan e-Katalog.

“Kami mendesak KPK, Kejaksaan, Inspektorat, Wali Kota, hingga Gubernur DKI Jakarta untuk segera turun tangan sebelum proyek ini rampung,” lanjutnya.

Dugaan Pembungkaman Informasi Publik

Larangan dokumentasi dengan ancaman pidana ini dinilai sebagai upaya membungkam kebebasan pers dan mencegah masyarakat mengawasi penggunaan dana publik. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gelombang sorotan dari berbagai media, serta menarik perhatian Inspektorat DKI Jakarta untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Bagian Pemerintahan Setko Jakarta Barat, Rano Rahmat Effendi, belum memberikan keterangan resmi.

Metrokitanews.com | Patar Panjaitan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *