Tangerang, Metrokitanews.com 31 Agustus 2025 – Di tengah sorotan publik mengenai krisis kepercayaan yang melanda bangsa, jemaat Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Samaria Tangerang justru menghadirkan harapan baru. Selama bulan Agustus, mereka merayakan Bulan Ibadah Budaya—sebuah rangkaian ibadah yang meneguhkan iman sekaligus merayakan keberagaman suku dan budaya Indonesia.
Ibadah yang dimulai sejak awal Agustus ini menjadi ruang kesaksian bahwa hanya di dalam Tuhan kesatuan dan ketenangan dapat ditemukan. Walau Indonesia tengah menghadapi situasi yang “tidak baik-baik saja”, suasana gereja justru penuh warna dan harapan.
Setiap minggu, ibadah diwarnai dengan kekayaan budaya Nusantara. Lagu-lagu pujian dikemas dengan sentuhan dari berbagai suku seperti Manado, gondang Batak, hingga tiupan suling ciri khas penampilan dari suku yang berbeda. mereka yang ikut memeriahkan momen ini, semua mamakai atribut dengan pakaian adat, menampilkan keragaman yang indah dalam satu persekutuan iman.
“Ini membuat ibadah terasa segar dan hidup. Budaya kita dipakai untuk memuliakan Tuhan, dan itu menguatkan iman kami,” ujar S, jemaat yang hadir dengan busana Batak Toba.

Hal serupa disampaikan salah satu jemaat asal Kalimantan. “Bangsa kita sedang penuh gejolak, tapi ibadah budaya ini mengingatkan bahwa persatuan hanya bisa dijaga kalau kita kembali ke Tuhan. Budaya mengajarkan kita saling menghargai perbedaan,” ungkapnya.
Perayaan ini juga menjadi refleksi kebangsaan. Bulan Agustus, yang identik dengan Kemerdekaan RI, dimaknai jemaat GPIB Samaria sebagai momentum memperkuat semangat Bhinneka Tunggal Ika.
“Kami ingin menegaskan: gereja adalah bagian dari bangsa. Agustus bukan hanya soal kemerdekaan, tapi juga kebersamaan. Di gereja, suku dan bahasa boleh berbeda, tapi iman kita satu dalam Kristus,” kata seorang majelis GPIB dalam sambutannya.
Gembala Sidang, Pdt. Febri C. Parimo Rampengan, dalam kotbah penutupan menegaskan bahwa ibadah budaya ini sejalan dengan firman Tuhan dalam Hakim-Hakim 3. Menurutnya, ayat ini menjadi pengingat bahwa Tuhan bisa memakai siapa saja, dari latar belakang apa pun, untuk membawa keselamatan dan kesatuan bagi umat-Nya.
Puncak acara pada 31 Agustus 2025 berlangsung penuh sukacita. Lagu rohani dalam berbagai bahasa daerah menggema, disusul doa syafaat untuk bangsa Indonesia. Seusai ibadah, halaman gereja dipenuhi dengan perjamuan kasih: kuliner tradisional dari berbagai daerah disajikan, menciptakan suasana akrab antarjemaat.
“Ini lebih dari sekadar acara budaya. Ini bukti bahwa meski berbeda-beda, kita tetap satu keluarga besar di dalam Tuhan,” ujar Ibu Manulang, salah satu jemaat muda.
Bulan Ibadah Budaya GPIB Samaria – Gembala sidang, pendeta Febri C Parimo Rampengan menjadi pesan kuat: ketika bangsa dilanda krisis kepercayaan, gereja justru hadir sebagai ruang harapan. Perbedaan suku, bahasa, dan adat istiadat tidak memisahkan, melainkan mempersatukan dalam kasih Kristus.
Dengan berakhirnya rangkaian ibadah budaya, jemaat berharap semangat kebersamaan ini tetap hidup—bukan hanya di dalam gereja, tetapi juga di tengah masyarakat luas, sebagai teladan harmoni dalam keberagaman.
Metrokitanews.com|Franky S Manuputty