“Merdeka” Masih Sebatas Slogan ! Surat Terbuka Fredi Moses untuk Presiden Prabowo

Gambar : Fredi Moses Ulemlem berada di dalam mobil usai menghadiri pertemuan dengan tokoh masyarakat, Jakarta.

Jakarta, Metrokitanews,com, 15 Agustus 2025 – Sembilan puluh sembilan kata “Merdeka” akan kembali bergema di seluruh penjuru negeri pada peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Namun, bagi sebagian rakyat, terutama umat Kristen, kemerdekaan itu dinilai masih sebatas slogan—jauh dari kenyataan hidup sehari-hari.

Kegelisahan itu dituangkan oleh Fredi Moses Ulemlem dalam sebuah surat terbuka yang dikirim langsung kepada Presiden RI, Prabowo Subianto. Dalam suratnya, Fredi memaparkan fakta-fakta yang menurutnya memilukan: meski Pasal 28 dan Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan beragama, umat Kristen di berbagai daerah masih menjadi korban diskriminasi, kekerasan, bahkan penutupan rumah ibadah.

Salah satu contoh terbaru terjadi di Garut, Jawa Barat, pada 2 Agustus 2025. Anak-anak Kristen menjadi saksi sekaligus korban aksi intoleransi, meninggalkan luka fisik dan trauma psikologis. “Di mana kehadiran negara? Di mana tanggung jawab negara untuk melindungi umat Kristen sebagai rakyat?” tulis Fredi dengan nada tegas.

Dalam temuannya, Fredi menuding Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri sebagai salah satu penyebab utama maraknya kasus intoleransi. Aturan pendirian rumah ibadah tersebut dinilai membuka celah bagi kelompok intoleran untuk menghalangi umat Kristen membangun atau menggunakan tempat ibadah.

“Ketidakjelasan aturan, proses perizinan yang berbelit, serta interpretasi berbeda di lapangan telah menjadi pemicu utama masalah intoleransi,” tulisnya. Ia mendesak Presiden Prabowo segera mencabut SKB 2 Menteri dan memerintahkan aparat untuk bersikap tegas dalam menegakkan konstitusi.

Dalam 14 poin tuntutan yang disampaikan, Fredi menegaskan beberapa hal penting:

  • Negara tidak boleh berkompromi dengan kelompok intoleran.

  • Kepolisian dinilai gagal memberikan rasa aman bagi umat Kristen.

  • Pelaku intoleransi harus dihukum tanpa pandang bulu.

Indonesia dibangun di atas keberagaman agama, suku, dan budaya. Toleransi bukan sekadar nilai moral, tetapi juga amanat konstitusi. Pasal 29 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

Sejarah menunjukkan, tanpa toleransi, persatuan bangsa mudah retak. Toleransi berarti menghargai perbedaan, memberi ruang bagi semua warga negara untuk beribadah tanpa rasa takut, dan memastikan hukum berlaku sama bagi semua pihak.

Menanti Sikap Presiden

Surat Fredi menjadi peringatan keras di tengah euforia kemerdekaan. Pertanyaannya kini jelas: apakah negara akan membiarkan sejarah intoleransi terus berulang, atau mengambil langkah berani untuk memastikan semua warga negara benar-benar merdeka dalam beribadah?

Jawaban ada di tangan Presiden Prabowo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *